latih Logika 5 : Mengenal “Logical Fallacies”: Kesalahan Berpikir yang Sering Bikin Kita Terkecoh

 

Kalau bias kognitif itu “bug bawaan otak”, maka logical fallacies adalah “kesalahan pola pikir” yang sering muncul ketika kita berdiskusi, membaca berita, atau menyimpulkan sesuatu.

Materi ini penting banget, karena kalau kita sudah tahu jenis-jenis fallacy, hidup terasa lebih clear — komentar orang jadi gampang dibaca, argumen politik jadi kelihatan cacatnya, dan kita sendiri bisa menghindari pemikiran yang keliru.


Apa Itu Logical Fallacy?

Logical fallacy adalah kesalahan cara berpikir atau berargumen yang terlihat meyakinkan, tapi sebenarnya cacat secara logika.

Sederhananya:

“Kalimatnya terdengar benar, padahal salah.”

Fallacy itu tricky karena sering disampaikan dengan penuh percaya diri.
Bahkan orang cerdas pun sering terjebak.


Kenapa Kita Perlu Memahami Fallacy?

Karena:

  • membantu kita berpikir lebih jernih,

  • mencegah kita dimanipulasi,

  • menjaga argumen kita tetap kuat,

  • dan bikin kita nggak gampang terbawa emosi netizen.

Dan yang paling penting:
logika yang baik = kualitas keputusan yang lebih baik.


Jenis-Jenis Fallacy yang Paling Sering Muncul di Kehidupan Sehari-hari

Di Materi 5 ini, kita bahas dulu 5 fallacy paling umum dan paling sering terlihat di media sosial, debat politik, grup WhatsApp keluarga, dan obrolan sehari-hari.


1. Ad Hominem (Menyerang Orangnya, Bukan Argumennya)

Contoh:

“Ah, pendapat kamu nggak valid. Kamu kan cuma lulusan SMA.”

Ini sering terjadi di komentar.
Argumen orang langsung dianggap salah hanya karena latar belakangnya.

Padahal… yang diuji itu argumennya, bukan orangnya.


2. Strawman (Membelokkan Argumen Lawan)

Ini ketika seseorang mengubah argumen lawan menjadi lebih ekstrem atau lebih bodoh, lalu menyerangnya.

Contoh:
Orang A: “Kita perlu mengatur penggunaan gawai untuk anak-anak.”
Orang B: “Oh, jadi kamu mau anak-anak dilarang pakai teknologi sama sekali?”

Bukan itu maksudnya.
Tapi argumennya sengaja dibelokkan.


3. False Cause (Menganggap A Penyebab B, Padahal Belum Tentu)

Contoh:

“Setelah saya pakai gelang kesehatan ini, badan saya lebih enak. Berarti gelang ini ampuh!”

Padahal bisa jadi:

  • placebo,

  • tidur lebih cukup,

  • atau hal lain sama sekali.

Hubungan waktu ≠ hubungan sebab.


4. Bandwagon (Ikut-Ikutan Karena Mayoritas Melakukan)

Contoh:

“Semua orang bilang ini hoaks. Masa kamu nggak percaya?”

Popularitas tidak sama dengan kebenaran.

Kalau mayoritas benar… netizen nggak akan tiap hari ribut.


5. Appeal to Emotion (Mainkan Perasaan, Bukan Fakta)

Biasanya muncul dalam bentuk:

  • drama,

  • rasa takut,

  • kemarahan,

  • atau rasa bersalah.

Contoh:

“Kalau kamu nggak dukung program ini, berarti kamu tidak peduli masa depan anak-anak!”

Padahal argumen utamanya nggak dibahas sama sekali.


Latihan Logika: Temukan Fallacy di Kehidupan Nyata

Selama 24 jam ke depan, coba perhatikan:

  • komentar di media sosial,

  • postingan politik,

  • iklan produk,

  • bahkan obrolan teman.

Lalu tanyakan:

  1. “Apa argumennya?”

  2. “Fallacy apa yang digunakan?”

  3. “Kalau fallacy-nya dibuang, argumen itu masih berdiri atau runtuh?”

Kalau kamu melakukannya, kamu akan mulai melihat dunia dengan “kacamata logika” yang baru.


Penutup Materi 5

Fallacy itu nggak bisa dihindari sepenuhnya.
Tapi kalau kita sadar bentuk-bentuknya, kita jadi lebih kuat menghadapi manipulasi, framing, opini bias, dan debat kusir.

Posting Komentar

0 Komentar